Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Dari Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz kepada saudara….semoga Allah memberi kesejahteraan dan kasih sayang kepadanya.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Suratmu
telah sampai kepadaku –semoga Allah memberikan ridha-Nya kepadamu- dan aku
telah melihat lembaran-lembaran yang berisikan penjelasan mengenai spesifikasi
gelang-gelang kuningan yang muncul akhir-akhir ini untuk mengatasi reumatik.
Aku beritahukan kepadamu bahwa aku telah banyak mempelajari masalah ini. Aku
juga kemukakan hal itu kepada sejumlah guru besar dan dosen universitas, dan
kami bertukar pikiran mengenai hukumnya. Ternyata ada perbedaan pendapat.
Sebagian dari mereka berpendapat tentang kebebolehannya, karena mengandung
berbagai keistimewaan untuk menolak penyakit reumatik. Sebagian lainnya
berpendapat tidak boleh, karena menggantungkannya menyerupai apa yang dilakukan
oleh masyarakat jahiliah. Yaitu kebiasaan mereka menggantung wada’, tamimah,
gelang, dan gantungan-gantungan lainnya yang biasa mereka lakukan, serta
meyakini bahwa itu dapat menyembuhkan penyakit dan bahwa itu salah satu faktor
keselamatan orang yang memakainya dari ain. Di antaranya apa yang diriwayatkan
dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa menggantung tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantung wada’ah, semoga Allah tidak menentramkannya.” [HR Ahmad dalam Al-Musnad no. 16951]
“Artinya : Barangsiapa menggantung tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantung wada’ah, semoga Allah tidak menentramkannya.” [HR Ahmad dalam Al-Musnad no. 16951]
Dalam suatu riwayat.
“Artinya : Barangsiapa menggantung tamimah, maka ia telah syirik.” [HR Ahmad dalam Musnad no. 16969]
Dari Imran bin Hushain Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang di tangannya tedapat gelang terbuat dari kuningan, lalu beliau bertanya. “Apakah ini?” Ia menjawab, “Gelang pencegah kelemahan”. Beliau bersabda.
“Artinya : Lepaskan gelang itu, karena ia tidak menambah kepadamu kecuali kelemahan. Sebab, sekiranya kamu mati sementara gelang itu masih ada padamu, maka kamu tidak bahagia selamanya.” [1]
Dalam hadits lainnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanannya, beliau mengutus seorang utusan untuk memeriksa unta tunggangan dan memutus semua yang digantungkan padanya berupa kalung autar [2], yang dikira oleh masyarakat jahiliyah bahwa itu bermanfaat bagi unta mereka dan menjaganya. Hadits-hadits ini dan sejenisnya, bisa diambil kesimpulan darinya bahwa tidak boleh menggantungkan sesuatu dari tamimah, wada’, gelang, autar dan sejenisnya berupa jimat-jimat seperti tulang, merjan, dan sejenisnya untuk menolak atau menghilangkan bala.
Menurut pendapatku tentang masalah ini ialah meninggalkan gelang-gelang tersebut dan tidak memakainya untuk menutup pintu kesyirikan, menutup unsur fitnah dan kecenderungan kepadanya serta ketergantungan jiwa kepadanya. Dan berkeinginan untuk mengarahkan hati setiap muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan yakin kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, dan merasa cukup dengan sebab-sebab syar’i yang diketahui kebolehannya dengan pasti. Apa yang dibolehkan dan dimudahkan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya tidak perlu terhadap apa yang diharamkan atas mereka dan yang tidak jelas perkaranya.
Diriwayatkan secara sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.
“Artinya : Barangsiapa menjaga diri dari syubhat, maka ia telah melindungi agamanya dan kehormatannya dan barangsiapa terjerumus dalam syubhat, maka ia jatuh dalam keharaman. Seperi penggembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang, maka nyaris ia akan masuk ke dalamnya.” [3]
Dan beliau bersabda.
“Artinya : Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” [4]
Tidak diragukan lagi bahwa menggantungkan gelang-gelang tersebut menyerupai perbuatan kaum jahiliyah tempo dulu. Jadi, ini dua kemungkinan ; termasuk perkara yang diharamkan lagi syirik atau salah satu sarananya. Minimal, ini termasuk perkara yang syubhat. Dan yang utama bagi setiap muslim dan yang paling berhati-hati ialah menjauhkan dirinya dari perbuatan tersebut, dan merasa cukup dengan pengobatan yang jelas kebolehannya, yang jauh dari syubhat. Inilah yang tampak jelas bagiku serta segolongan ulama dan pengajar.
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberi taufik kepada kami dan kalian semua dalam keridhaan-Nya, memberikan kepada kita semua pemahaman dalam agama-Nya dan selamat dari segala yang menyelisihi syariat-Nya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Semoga Allah senantiasa menjagamu. Wassalam
[Majmu Fatawa wa maqalat Mutanawwi’ah, Ibnu Baz, hal.211-212]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
Foote Note
[1].
HR Ibnu Majah, no. 3531, kitab Ath-Thibz, dan Ahmad dalam Al-Musnad no. 19495
dihasankan oleh Al-Bushairi dalam Az-Zawa’id
[2].
HR Al-Bukhari, no. 3005, kitab Al-Jihad
[3].
HR Al-Bukhari no. 52, kitab Al-Iman, dan Muslim no. 1599, kitab Al-Musaqah
[4].
HR At-Tirmidzi no,2518, kitab Shifah Al-Qiyamah, dan An-Nasa’i no. 5711 kitab
Al-Asyribah, dan Tirmidzi menilainya sebagai hadits hasan shahih
Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2281/slash/0/hukum-memakai-gelang-gelang-kuningan-untuk-mengatasi-reumatik/
Fatwa Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Soal:
Apa hukum memakai gelang untuk mengobati penyakit rematik?
Apa hukum memakai gelang untuk mengobati penyakit rematik?
Jawab:
Perlu diketahui bahwa obat merupakan sebab datangnya kesembuhan, sementara yang membuat sebab itu berpengaruh adalah Allah Ta’ala. Karenanya, tidak ada satu pun yang dinamakan ‘sebab’ kecuali apa yang Allah Ta’ala telah tetapkan dia sebagai sebab. Kemudian, sebab-sebab yang Allah Ta’ala jadikan dia sebagai sebab ada dua bentuk:
Perlu diketahui bahwa obat merupakan sebab datangnya kesembuhan, sementara yang membuat sebab itu berpengaruh adalah Allah Ta’ala. Karenanya, tidak ada satu pun yang dinamakan ‘sebab’ kecuali apa yang Allah Ta’ala telah tetapkan dia sebagai sebab. Kemudian, sebab-sebab yang Allah Ta’ala jadikan dia sebagai sebab ada dua bentuk:
Bentuk pertama: Sebab-sebab syar’iyah seperti Al-Qur`an Al-Karim dan
doa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam mengenai surah
Al-Fatihah, “Darimana kamu tahu kalau dia adalah ruqyah.” Dan
sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa meruqyah orang-orang yang
sakit dengan mendoakan mereka, maka Allah Ta’ala menyembuhkan mereka dari
penyakit berkat doa beliau.
Bentuk kedua: Sebab-sebab lahiriah seperti obat-obatan yang sudah
diketahui melalui jalur syariat seperti madu atau yang diketahui melalui
penelitian seperti kebanyakan obat-obatan yang ada. Sebab seperti ini
pengaruhnya harus secara langsung dan terbukti, bukan sekedar dugaan dan
khayalan. Jika pengaruh obatnya sudah terbukti secara langsung dan hasilnya
bisa diindera maka dia boleh dijadikan sebagai obat yang dengannya kesembuhan
akan terwujud engan izin Allah Ta’ala. Adapun jika sebab itu hanya sekedar
dugaan dan khayalan semata yang disangkakan oleh orang yang sakit sebagai obat,
lalu dia mendapatkan ketenangan psikologis dan rasa sakitnya terasa berkurang
dikarenakan sangkaan dan khayalan ini, dan bahkan kegembiraan psikologis orang
yang sakit ini tumbuh sehingga penyakitnya bisa sembuh. Maka yang seperti ini
tidak boleh dijadikan sebagai sandaran dan tidak boleh menetapkannya sebagai
obat, agar manusia tidak terbawa oleh sangkaan dan khayalan. Karenanya Nabi
shallallahu alaihi wasallam melarang untuk mengenakan gelang atau mengikatkan
benang dan semacamnya untuk menyembuhkan penyakit atau mencegah datangnya,
karena hal tersebut bukan sebab secara syar’i dan secara hissi (terbukti). Dan
apa saja yang belum dipastikan sebagai sebab syar’i dan juga bukan sebab hissi,
maka tidak boleh menjadikan hal itu sebagai sebab. Karena menjadikan hal itu
sebab merupakan bentuk menandingi Allah Ta’ala dalam kekuasaan-Nya dan bentuk
kesyirikan dengan-Nya, tatkala dia telah menyamakan dirinya dengan Allah Ta’ala
dalam menetapkan sesuatu itu sebagai sebab yang bisa melahirkan akibat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah telah membuat judul bab untuk
masalah ini dalam Kitab At-Tauhid dengan ucapanya, “Bab: Termasuk kesyirikan, mengenakan gelang, benang dan yang semacamnya
untuk mencegah turunnya musibah atau menghillangkannya.”
[Jami'
Al-Fatawa Ath-Thibbiah hal. 32-33]
Sumber: http://al-atsariyyah.com/hukum-menyembuhkan-rematik-dengan-gelang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar dan kunjungannya.
Jangan lupa untuk berkunjung lagi pada kesempatan yang lain.